Senin, 17 Maret 2014

Sebuah Perjalanan

Sebagai anak pertama, sebagian besar akan merasakan perjuangan karir orang tua. Yaa, itu yang saya alami. Lahir sebagai anak sulung dari 3 bersaudara membuat saya pernah mencicipi lika-liku karir kedua orang tua saya. Saya lahir di kabupaten “perwira” Purbalingga pada bulan Mei tahun 1993. Saat itu, ayah dan ibu saya bekerja di kabupaten yang berbeda. Ibu saya bekerja di Purbalingga, sedangkan ayah bekerja di Purworejo. Dan masa kecil saya, saya habiskan di Purbalingga, karena rumah di Purworejo belum jadi. Saat akan memasuki SD, saya dan Ibu saya diboyong ke Purworejo dan menempati rumah baru yang sudah hampir jadi. Wahhh, beda sekali lingkungan kedua tempat tinggal saya itu. Di Purbalingga, saya bisa menemukan orang jualan makanan, pakaian, pasar ada di dekat rumah, sedangkan di Purworejo... sepiii.. Di Purworejo, sebelum punya sumur, saya juga masih mandi di sungai. Tapi namanya juga anak kecil, asik-asik aja siih. Oiya, masyarakatnya juga sangat beda. Di desa tempat saya tinggal di Purworejo, orangnya punya kebiasaaan untuk menyapa  (basa-basi untuk menambah keakraban) dan  selalu senyum ketika bertemu orang. Saya sempat kaget dengan budaya tersebut, tapi lama-lama bisa beradaptasi lah.
Saya pernah merasakan sekolah di taman kanak-kanak di Purworejo selama beberapa bulan. TK itu bernama Taman Serbaguna, oiya, sebelumnya saya juga selama 1,5 tahun bersekolah di TK Aisyah Kalimanah Wetan, Purbalingga. Setelah lulus TK J, saya meneruskan sekolah di SDN Kemanukan. Setelah 6 tahun bersekolah, akhirnya lulus SD juga, dan alhamdulillah memperoleh nilai UN terbaik sekecamatan Bagelen. Itu prestasi pertama yang berkesan. Kakekku yang datang ke perpisahan sampai nangis... huhuhu.. (peluk kakek). Selain aku, beberapa teman aku juga memperoleh nilai mata pelajaran terbaik. Overall, sekolah kami berprestasi. (Bangga).
Sebenarnya aku adalah anak yang biasa-biasa aja. Punya karakter yang biasa-biasa aja, dan punya cita-cita yang biasa-biasa aja. Semasa SD, aku cuma mengejar ranking 1 atau 2 karena pengin bersekolah di SMP 36 (karena kalau dari kelas 4 sampai 6 masuk 3 besar, bisa masuk tanpa tes di SMP tersebut) atau kalau ayahku mau nganterin, ya sekolah di SMP beliau ngajar. Akhirnya ayahku mengarahkan masuk ke SMPN 2 Purworejo, dan alhamdulillah diterima. SMPN 2 Purworejo ini, katanya SMP yang terbaik se-Purworejo.. hehe. Aku yang dari desa ini, sungguh takjub pada kakak kelas di SMP. Mereka bersih, rapi, cakep pula. Jadi suka dan bangga masuk SMP 2. Prestasiku di SMP 2 juga biasa-biasa aja dan menjalani hidup dengan biasa-biasa aja. Awalnya setelah lulus, kepikiran untuk melanjutkan ke SMK (karena aku bergaul dengan anak SMK di desaku). Tapi waktu kelas 3 SMP, aku melihat senior aku yang sudah sekolah di SMAN 1 Purworejo kece-kece banget, ditambah seragam mereka bagus banget. Jadi punya cita-cita sekolah di SMAN 1 Purworejo.
Segala macam ujian untuk SMP pun selesai, tibalah saat pengumuman kelulusan dan perpisahan sekolah. Hari itu, ibu aku yang dateng. Kayaknya aku paksa dateng deh (soalnya selalu kakek aku yang hadir setiap kumpul orang tua). Oiya, ibu pernah ngomong, kalau beliau pengin naik panggung pas aku lulus nanti. Alhamdulillah akhirnya terwujud, beliau naik panggung!! hehehe. Aku ga nyangka bisa dapet peringkat 4 se-SMP UN+UAS. Aku aja ga nyangka, apalagi temen-temen aku. Sebenarnya untuk , aku hanya mendapat peringkat 9 SMP, tapi UAS aku, bagus-laah. Jadi, pelajaran dari itu, pahamilah karakter guru dalam mengajar, hihihi.
Berlanjut ke SMA. Tetep ga mau menonjol. Tapi pengin tetap safe dengan tujuan masuk universitas tanpa tes. Aku masuk di X 1, XI IPA 3, dan XII IPA 3. Walaupun ga pernah juara 1 di kelas, tapi untungnya ga pernah sampai ranking 4 (sombong dikit lah). Waktu semester 5, UI membuka jalur PPKB, tapi yang dipanggil sama guru BP hanya yang ranking 1 L. Tapi karena minat sebagian besar anak pinter masuk kedokteran, maka aku  coba ngomong ke ortu. Ortu aku malah marah-marah, “daftar aja sih, lumayan pengalaman”. Akhirnya aku memberanikan diri masuk ke ruang BP, trus bicara ke guru BP. Setelah diperingkat, aku dapet posisi 4. Keinginanku mendaftar jurusan kedokteran dan teknik elektro gagal karena pilihan itu sudah dipilih oleh peringkat 1 dan 2. Terus, guru BP aku menawarkan untuk masuk jurusan Teknik Industri karena cocok untuk seorang wanita (jurusan teknik mesin kata beliau engga cocok sama aku). Langsung aku terima tawaran itu. Orang tuaku juga oke-oke aja (beliau belum tahu kalau PPKB itu harus diambil dan dijalani kalo keterima).
Alhamdulillah saat ini, saya sudah menjalani 5,5 semester di Teknik Industri UI. Rasanya bahagia dan bangga. Saya dikelilingi oleh teman-teman yang baik dan solid di manapun saya berada. Semoga masa depan saya dan kawan-kawan yang membaca cerita ini juga lebih baik dan bersama orang yang baik pula. Amiin.

Selama saya kuliah, saya menjadi orang yang lebih aktif di organisasi. Saya pernah beberapa kali menjadi staf kepanitiaan, menjadi staf sosma IMTI, dan sekarang saya menjadi ketua divisi marketing Teknika FTUI. Di Teknika ini, kami ingin mengobarkan kembali kejayaan pers di teknik. Semoga nama Teknika semakin bergaung dimana-mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar