Sebagai anak pertama, sebagian
besar akan merasakan perjuangan karir orang tua. Yaa, itu yang saya alami.
Lahir sebagai anak sulung dari 3 bersaudara membuat saya pernah mencicipi
lika-liku karir kedua orang tua saya. Saya lahir di kabupaten “perwira”
Purbalingga pada bulan Mei tahun 1993. Saat itu, ayah dan ibu saya bekerja di
kabupaten yang berbeda. Ibu saya bekerja di Purbalingga, sedangkan ayah bekerja
di Purworejo. Dan masa kecil saya, saya habiskan di Purbalingga, karena rumah
di Purworejo belum jadi. Saat akan memasuki SD, saya dan Ibu saya diboyong ke
Purworejo dan menempati rumah baru yang sudah hampir jadi. Wahhh, beda sekali
lingkungan kedua tempat tinggal saya itu. Di Purbalingga, saya bisa menemukan
orang jualan makanan, pakaian, pasar ada di dekat rumah, sedangkan di
Purworejo... sepiii.. Di Purworejo, sebelum punya sumur, saya juga masih mandi
di sungai. Tapi namanya juga anak kecil, asik-asik aja siih. Oiya,
masyarakatnya juga sangat beda. Di desa tempat saya tinggal di Purworejo,
orangnya punya kebiasaaan untuk menyapa (basa-basi
untuk menambah keakraban) dan selalu
senyum ketika bertemu orang. Saya sempat kaget dengan budaya tersebut, tapi
lama-lama bisa beradaptasi lah.
Saya pernah merasakan
sekolah di taman kanak-kanak di Purworejo selama beberapa bulan. TK itu bernama
Taman Serbaguna, oiya, sebelumnya saya juga selama 1,5 tahun bersekolah di TK
Aisyah Kalimanah Wetan, Purbalingga. Setelah lulus TK J,
saya meneruskan sekolah di SDN Kemanukan. Setelah 6 tahun bersekolah, akhirnya
lulus SD juga, dan alhamdulillah memperoleh nilai UN terbaik sekecamatan Bagelen.
Itu prestasi pertama yang berkesan. Kakekku yang datang ke perpisahan sampai
nangis... huhuhu.. (peluk kakek). Selain aku, beberapa teman aku juga memperoleh
nilai mata pelajaran terbaik. Overall, sekolah kami berprestasi. (Bangga).
Sebenarnya aku adalah
anak yang biasa-biasa aja. Punya karakter yang biasa-biasa aja, dan punya cita-cita
yang biasa-biasa aja. Semasa SD, aku cuma mengejar ranking 1 atau 2 karena pengin
bersekolah di SMP 36 (karena kalau dari kelas 4 sampai 6 masuk 3 besar, bisa
masuk tanpa tes di SMP tersebut) atau kalau ayahku mau nganterin, ya sekolah di
SMP beliau ngajar. Akhirnya ayahku mengarahkan masuk ke SMPN 2 Purworejo, dan
alhamdulillah diterima. SMPN 2 Purworejo ini, katanya SMP yang terbaik se-Purworejo..
hehe. Aku yang dari desa ini, sungguh takjub pada kakak kelas di SMP. Mereka
bersih, rapi, cakep pula. Jadi suka dan bangga masuk SMP 2. Prestasiku di SMP 2
juga biasa-biasa aja dan menjalani hidup dengan biasa-biasa aja. Awalnya setelah
lulus, kepikiran untuk melanjutkan ke SMK (karena aku bergaul dengan anak SMK
di desaku). Tapi waktu kelas 3 SMP, aku melihat senior aku yang sudah sekolah
di SMAN 1 Purworejo kece-kece banget, ditambah seragam mereka bagus banget. Jadi
punya cita-cita sekolah di SMAN 1 Purworejo.
Segala macam ujian
untuk SMP pun selesai, tibalah saat pengumuman kelulusan dan perpisahan
sekolah. Hari itu, ibu aku yang dateng. Kayaknya aku paksa dateng deh (soalnya
selalu kakek aku yang hadir setiap kumpul orang tua). Oiya, ibu pernah ngomong,
kalau beliau pengin naik panggung pas aku lulus nanti. Alhamdulillah akhirnya
terwujud, beliau naik panggung!! hehehe. Aku ga nyangka bisa dapet peringkat 4
se-SMP UN+UAS. Aku aja ga nyangka, apalagi temen-temen aku. Sebenarnya untuk ,
aku hanya mendapat peringkat 9 SMP, tapi UAS aku, bagus-laah. Jadi, pelajaran
dari itu, pahamilah karakter guru dalam mengajar, hihihi.
Berlanjut ke SMA. Tetep
ga mau menonjol. Tapi pengin tetap safe
dengan tujuan masuk universitas tanpa tes. Aku masuk di X 1, XI IPA 3, dan XII
IPA 3. Walaupun ga pernah juara 1 di kelas, tapi untungnya ga pernah sampai
ranking 4 (sombong dikit lah). Waktu semester 5, UI membuka jalur PPKB, tapi
yang dipanggil sama guru BP hanya yang ranking 1 L. Tapi karena
minat sebagian besar anak pinter masuk kedokteran, maka aku coba ngomong ke ortu. Ortu aku malah
marah-marah, “daftar aja sih, lumayan pengalaman”. Akhirnya aku memberanikan
diri masuk ke ruang BP, trus bicara ke guru BP. Setelah diperingkat, aku dapet
posisi 4. Keinginanku mendaftar jurusan kedokteran dan teknik elektro gagal karena
pilihan itu sudah dipilih oleh peringkat 1 dan 2. Terus, guru BP aku menawarkan
untuk masuk jurusan Teknik Industri karena cocok untuk seorang wanita (jurusan
teknik mesin kata beliau engga cocok sama aku). Langsung aku terima tawaran
itu. Orang tuaku juga oke-oke aja (beliau belum tahu kalau PPKB itu harus
diambil dan dijalani kalo keterima).
Alhamdulillah saat ini,
saya sudah menjalani 5,5 semester di Teknik Industri UI. Rasanya bahagia dan
bangga. Saya dikelilingi oleh teman-teman yang baik dan solid di manapun saya
berada. Semoga masa depan saya dan kawan-kawan yang membaca cerita ini juga
lebih baik dan bersama orang yang baik pula. Amiin.
Selama saya kuliah,
saya menjadi orang yang lebih aktif di organisasi. Saya pernah beberapa kali
menjadi staf kepanitiaan, menjadi staf sosma IMTI, dan sekarang saya menjadi
ketua divisi marketing Teknika FTUI. Di Teknika ini, kami ingin mengobarkan
kembali kejayaan pers di teknik. Semoga nama Teknika semakin bergaung
dimana-mana.